Makassar, 9 April 2006
Catatan Harian
WARUNG KOPI. Salah satu artikel di harian Tribun pernah membahas tentang warkop. Tapi warkop yang satu ini bukan tempat kongkow para politisi, bukan tongkrongan para akademisi berdiskusi, tidak juga buat aktivis LSM mengisi waktu senggangnya.
Warkop yang saya maksud adalah warung kopi yang terletak dipinggiran jalan Kota Makassar. Warkop yang disamping kiri-kanannya berjejal gedung-gedung pencakar langit.
Warkop, tempat tukang becak dan sopir main domino sambil menunggu penumpang, tempat para grassroot melepas waktu penat, meski hanya beberapa menit.
Warkop yang terletak di Jl Mochtar Lutfie, tempat aku mangkal menunggu jarum jam menunjuk angka 12, hari itu, Minggu (9/4), ramai oleh penonton menyaksikan siaran langsung tinju dunia kelas welter versi IBF, Zab Judah versus Floyd Mayweather Jr.
Aku, yang duduk di pinggir sambil sesekali meperhatikan gerak-gerik mereka, hanya bisa tersenyum mendengar mereka saling menjagokan.
Dengan logat Makassar yang kental, mereka asyik bercengkrama. Sementara aku, Bugis asli, tak mengerti sepatah katapun.
Suasana menjadi ramai, ketika ronde ke-9 terjadi keributan antara kedua official petinju. Keributan bermula ketika Judah menghantam "bagian terlarang" Floyd.
Sambil menawarkan Lucky Strike, aku mencoba berkomunikasi dengan mereka. Sambutan yang akrab dan bersahabat dari mereka, yang rata-rata berprofesi sebagai tukang becak, kuli bangunan, dan sopir, membuatku kagum.
Perlahan tapi pasti, obrolan seputar tinju dengan mereka berlangsung lancar. Aku bersama dengan Dg Te'
ne, Agung, Dg Nyompa menjagokan Judah, sementara Dg Kassing, Rahman, Supriadi, dan Dg Tidar memilih Floyd.
Ketika jam 12 lebih lima menit, saya terpaksa harus meninggalkan warkop yang penuh dengan canda tersebut demi tuntutan tugas, meliput sebuah acara training di Hotel Comfort, Makassar.
Hal yang sangat kontras saya temui hari ini. Panitia training dengan setelan trendy dan bersahaja menyambutku dengan nada ketus sewaktu saya memperkenalkan diri.
"Siapa yang mengundang Anda ke sini?", tanyanya. Pertanyaan yang sulit kujawab, karena saya menghadiri acara hanya berbekal community news di Tribun.
Untunglah, salah seorang dari mereka melayaniku. Meski dengan kesan terpaksa, Hendra Ujiman, menjawab beberapa pertanyaanku seputar kegiatan hari itu di Comfort.
Para peserta terdiri dari kalangan menengah ke atas tersebut sedang menghadiri launching produk sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan, dengan target terutama orang-orang yang memiliki berat badan/kolesterol berlebihan.
"Perusahaan kami sangat mendukung Program Indonesia Sehat 2010," kata Roy diplomatis, salah seorang walkteam yang telah menjadi distributor perusahaan selama delapan bulan.
"Sebagai wartawan dengan bentuk fisik seperti itu, Anda bisa bergabung bersama kami, dalam jangka waktu tiga bulan, berat badan Anda pasti berkurang sampai sepuluh kilogram," ujarnya sambil menawarkan barang dagangannya.
Aku hanya tersenyum kecut, dua tradisi yang betul-betul bertolak belakang, kelas bawah dan kelas menengah, pikirku.(cr1)
No comments:
Post a Comment