Makassar, 5 Mei 2006
Catatan Harian
ADA semacam kebanggaan bagi warga ketika dikunjungi top leader-nya. Saya menyaksikan fenomena ini ketika secara tidak sengaja mengikuti rombongan Wali Kota Makassar untuk salat Jumat di salah satu daerah "kumuh" di Kecamatan Mariso.
Pada kesempatan tersebut, Ilham Arief Sirajuddin selaku Wali Kota memberi sumbangan Rp 5 Juta kepada Pengurus Masjid Nurul Bahari. Masjid dengan luas bangunan 800 meter persegi berlokasi di Jl Nuri Lorong 300 Kelurahan Mariso.
Panitia tampak bersuka cita dengan sumbangan tersebut diiringi ucapan terima kasih berulang kali. Padahal, sumbangan tersebut memang telah dianggarkan dalam APBD Makassar. Pada hakekatnya, uang tersebut adalah milik rakyat juga.
***
Momen PILKADA. Sejumlah pejabat menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) aktif mengunjungi konstituennya. Bukan hanya kunjungan, mereka juga menyerahkan sumbangan pembinaan bagi sarana publik yang dikunjungi. Mereka lalu dieluh-eluhkan oleh konstituennya. Padahal kunjungan pejabat tersebut hanya dilakukan sekali dalam lima tahun.
Para anggota DPRD Sulsel yang reses ke daerah basisnya selalu menyumbang dana setiap kali berkunjung. Mereka tampak dermawan dengan membagi-bagikannya kepada para warga. Dengan senyuman di bibir para anggota dewan terhormat dipuji setinggi langit.
Salah satu tempat yang sering dikunjungi anggota dewan adalah tempat ibadah. Masjid sebagai tempat ibadah umat Islam menjadi sarana yang paling sering dikunjungi. Maklum, Islam adalah agama mayoritas di daerah ini. Berlagak dewa penolong, para dermawan ini menyumbang pembangunan masjid.
Rupanya tak seorang warga yang mengetahui bahwa setiap kali reses, para anggota dewan dibekali Rp 20 juta untuk dibagi-bagikan. Uang tersebut berasal dari APBD, otomatis juga asalnya dari rakyat. Sungguh lucu.
***
Menjadikan agama sebagai kendaraan politik adalah wacana lama. Agama dipandang sarana paling efektif menarik simpati masyarakat. Ikatan primordial yang dibingkai dalam agama sangat kuat mempengaruhi seseorang.
Ada dua kata kunci; "agama" dan "politik". Saya ingin mengatakan bahwa agama selalu positif, yang tidak positif adalah manusia beragama yang selalu memanipulasi agama untuk politik, kekuasaan dan interest.
Agama itu adalah nilai dan politik atau kekuasaan hanyalah alat. Agama adalah nilai untuk mengeluarkan kehidupan manusia yang penuh kejahatan kedalam terang dan kebahagiaan. Politik dan kekuasaan hanyalah alat yang dapat digunakan untuk mewujudkan nilai cita-cita agama. Jadi, agama dan politik adalah dua kata kunci yang memiliki hubungan fungsional.
Ketika para politisi memanfaatkan agama untuk kepentingan politik berarti mereka memilih cara praktis memperoleh simpati massa. Pilihannya cuma dua, gagal atau berhasil. Kalau gagal berarti agama juga gagal. Kalau berhasil berarti agama juga berhasil. Ternyata para politisi memang suka memilih cara praktis ini.Menjual agama untuk jabatan politis?
No comments:
Post a Comment