Makassar, 16 April 2006
Catatan Harian
KELILING. Untuk menghilangkan rasa stres, aku mengelilingi beberapa jalan utama Makassar, Sultan Alauddin, Ratulangi, Sudirman, dan Mongisidi.
Telah dua hari, Sabtu-Minggu (15-16/4), perasaan yang sama terus menggelayut di benakku. Stres muncul setelah meliput sebuah acara seremonial di Jl Mongisidi, bakti sosial dan khitanan massal. Tak satupun inspirasi muncul dalam bayanganku. Padahal, sebagai seorang reporter, saya harus mampu menangkap momen-momen bernilai berita.
Rasa penasaran akibat keterbatasanku mengakses berita-berita faktual dan menarik minat pembaca sungguh meliputi benakku selama dua hari tersebut.
Rasa ingin tahu lebih jauh cara mengakses informasi sehingga semua peristiwa bernilai berita dapat ter-cover dalam liputanku betul-betul membuatku bingung.
Rasa itu muncul setelah beberapa lama saya mengamati kemampuan teman-teman di kantor tanpa beban berat mampu mengemas berita dalam bahasa sederhana. Bukan hanya bahasa, peristiwa yang diliput pun betul-betul menyentuh wilayah publik.
Sedangkan aku, meliput berita seremonial dan dikemas dalam bahasa saja masih kesulitan. Apalagi mencari celah untuk isu-isu berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Sehingga ia bernilai berita dan layak jual.
Atau mungkin faktor waktu yang membuat semuanya tampak mudah bagi teman-teman? Setelah ditempa pelatihan selama enam bulan, mereka betul-betul terjun ke dunia jurnalistik. The real world, sehingga mereka telah terlatih dan handal.
Sedangkan aku, tanpa pengalaman jurnalistik, tanpa training spesifik, langsung terjun meliput berita. Meski dalam hati, aku sangat menikmati praktek lapangan ini. Teori-teori jurnalistik yang diajarkan setelah kembali ke kantor betul-betul mengesankan. Mungkin akan berbeda seandainya saya ditempa dalam ruangan seperti teman-teman dulu.
Atau proses untuk menjadi reporter handal harus ditempuh dulu. Ibarat sayur kekurangan garam, proses adalah garam yang membuat sayur lebih nikmat dihidangkan. Menjadi reporter berkualitas harus melewati proses, yang mungkin panjang dan berliku.
Atau saya yang terlalu ingin melangkah lebih jauh tanpa melewati tahapan-tahapan yang telah ditentukan? Selama ini, teman-teman banyak membantu mengatasi masalah, terutama berkaitan dengan penulisan berita.
Menjalani proses demi proses secara bertahap mungkin akan menghilangkan rasa penasaranku yang berujung stres tersebut. Sehingga saya bisa melaluinya tanpa perlu merasa tertinggal.
Sebagai reporter pemula, saya harus menempatkan diri secara proporsional. Selangkah demi selangkah saya harus meniti dunia jurnalistik ini.
Bukankah para tokoh besar terkemuka merintis karir sedikit demi sedikit. Konsisten pada proses yang dilalui. Sehingga mereka mampu sukses dan bahkan merubah dunia.
Tapi, bisahkan saya menjalani proses yang entah kapan berakhirnya. Dua, tiga, empat bulan lagi, atau bahkan empat, lima tahun lagi? Entahlah, sayapun tidak tahu. (cr1)
No comments:
Post a Comment