Makassar, 30 April 2006
Catatan Harian
PAHLAWAN tanpa tanda jasa. Saya masih ingat betul kalimat ini. Sebuah kalimat yang menggambarkan perngorbanan seorang guru untuk mencerdaskan anak muridnya. Pengorbanan yang tidak diganjar dengan kesejahteraan yang layak.
Bercerita tentang guru dan tingkat kesejahteraannya, saya tiba-tiba teringat dengan guru saya di SD. Namanya, Syamsul Bachri, tamatan SPG. Pak Syamsul, demikian saya menyapanya, mengajar matematika. Selain berprofesi sebagai guru, ia juga mempunyai pekerjaan lain. Mungkin karena penghasilan bulanan yang tidak memadai, ia nyambi kerja sebagai petani.
Beberapa tahun kemudian, ketika ojek lagi booming, Pak Syamsul beralih profesi dari petani menjadi tukang objek. Tentunya tetap dengan rutinitasnya, guru SD. Raut mukanya semakin melambangkan seorang pekerja keras.
Kini keadaan mungkin akan berubah. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen 6 Desember tahun lalu, nasib guru akan berubah. Para guru se-Indonesia bersuka cita menyambut undang-undang ini. Terbayang kesejahteraan yang akan dinikmati para guru.
Bahkan di harian Tribun edisi 5 April 2006 disebutkan gaji guru perbulan bisa mencapai angka Rp 8 jutaan, fantastis. Terbayang di benak saya tentang Pak Syamsul. Ia tidak perlu lagi berlama-lama di bawah terik matahari mengendarai ojek sampai larut malam mencari penghasilan tambahan.
Namun, ternyata masih ada hal yang mesti dilewati untuk sampai pada peningkatan kesejahteraan. Pak Syamsul hanya tamatan SPG sedangkan persyaratan mendapatkan gaji tinggi sebagaimana diamanahkan undang-undang, seorang guru minimal harus memiliki ijazah S1 atau diploma IV.
***
Hari ini saya menghadiri sebuah seminar tentang pendidikan. Salah satu poin dibahas mengenai kesejahteraan guru. Untuk mendapatkan kesejahteraan, para guru harus melewati beberapa prosedur seperti memiliki ijazah S1 atau diploma IV. Masalahnya, banyak guru belum mengenyam pendidikan setinggi itu sementara umur mereka tidak memungkinkan lagi untuk belajar.
Sampai saat ini, data pasti mengenai total jumlah guru yang belum memenuhi standar akademik belum ada. Dewan Pendidikan Kota Makassar bersama dengan PGRI berusaha memfasilitasi pendidikan gratis bagi para guru yang berniat melanjutkan studinya ke jenjang S1 atau diploma IV.
Persoalan satu belum clear muncul lagi masalah baru. Penerapan Undang-Undang Guru dan Dosen masih harus menunggu peraturan pemerintah mengenai aplikasi undang-undang tersebut. Rencananya, PP akan diterbitkan Juni atau Juli mendatang. Para guru harus bersabar sampai hal itu benar-benar terjadi.
Selama ini banyak kalangan berasumsi bahwa pahlawan tak dikenal itu akan mendapatkan tanda jasa yang setimpal setelah undang-undang guru terbit. Prediksi tersebut meleset. Para guru lagi-lagi harus bersabar. Setelah mengabdi demi peningkatan kualitas SDM bangsa Indonesia secercah harapan telah nampak di hadapan mata, meski harapan itu masih berupa fatamorgana. Tapi, saya mulai khawatir, jangan-jangan Pak Syamsul, guru saya, tidak sempat menikmati tanda jasa yang diidam-idamkan karena keburu pensiun atau kolaps.
No comments:
Post a Comment