20 April 2008

MENUNGGU ADALAH TUGASKU

Makassar, 29 April 2004
Catatan Harian

PEKERJAAN yang paling membosankan di dunia adalah menunggu. Tapi yang super membosankan kalau yang ditunggu tidak kunjung nampak. Kalimat ini tampaknya tepat menggambarkan keadaanku dua hari terakhir. Kemarin, Jumat (28/4), saya menghabiskan waktu kurang lebih lima jam menunggu Wakil Wali Kota (Wawali) Makassar Andi Herry Iskandar di Balaikota.
Menunggu wawali terkait dengan instruksi Koordinator Liputan Tribun Zaenal Dale untuk mewawancarai wawali. Wawancara berkenaan dengan kondisi sampah di Kota Makassar yang semakin memprihatinkan. Staf wawali yang saya hubungi menyarankan sebaiknya menunggu hingga salat Jumat. Jarum jam menunjuk angka 2 tepat, wawali tak kunjung datang. Meski telah menunggu sekian lama, wawali tetap tidak tampak. Setelah dikonfirmasi, ternyata ia keluar daerah. Apes betul nasibku siang itu.
Hari ini beda lagi. Saya ditugaskan wawancara dengan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin seputar konsep pembangunan Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar (Mamminasata). Wacana Mamminasata kembali menggema sehubungan dengan kunjungan beberapa pejabat keempat daerah termasuk Wali Kota Makassar ke Singapura dan Malaysia. Kunjungan dipimpin Wakil Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo selama beberapa hari.
Sabtu (29/4) Ilham menghadiri Pelatihan Partai Golkar, partai yang dipimpinnya. Sambutan menghabiskan waktu 2 jam, saya pun harus menunggunya dengan sabar sambil menanti kesempatan wawancara. Namun seusai acara, saya tidak berhasil menemuinya karena banyak kader partai di sekitarnya.
Saya putuskan menunggu di luar gedung. Tapi sayang seribu sayang, begitu keluar gedung, Ilham langsung menuju ke mobil. Beberapa wartawan mencoba mendekati tapi disuruh menemuinya di Mal Panakkukang Square. Berhubung ada acara peresmian sebuah galeri yang mendesak segera dihadiri.
Penantianku selama kurang lebih 2 jam sia-sia. Saya kadang berpikir, barangkali menunggu adalah salah satu rutinitas seorang wartawan. Menunggu seorang nara sumber untuk diwawancarai. Padahal selama ini, pekerjaan yang paling tidak disukai adalah menunggu. Saya harus membiasakan diri dengan tradisi ini.
Rencana wawancara dengan Wali Kota Makassar memang terealisir hari ini. Tapi itu setelah ia menghadiri peresmian Ace Hardware dan Index Furnishing di Panakkukang Square. Peresmian sendiri berdurasi tiga jam. Selama tenggang waktu itu, lagi-lagi saya harus menunggu dengan sabar.
Hari ini saya menghabiskan lima jam lagi untuk menunggu nara sumber. Persis seperti kemarin. Saya kadang berpikir, apa mungkin saya bisa menghasilkan banyak berita setiap hari. Pasalnya, aktivitas menunggu kadang menghabiskan waktu lebih lama dibanding wawancara dengan nara sumber.
Seorang wartawan harus jeli memanfaatkan momen, meski harus menghabiskan waktu berjam-jam menunggu momen tepat itu muncul. Satu hal yang belum diajarkan oleh teman-teman wartawan yang lain. (*)

No comments: