19 April 2008

JANJI WARTAWAN ???

Makassar, 22 April 2006
Catatan Harian

WARTAWAN ternyata menjadi idola sebagian kaum hawa. Hal tersebut setidaknya terlintas dalam benakku setelah berkenalan dengan beberapa perempuan yang seakan-akan sangat appreciate terhadap wartawan. Paling tidak ini menjadi pengalaman tersendiri bagiku minggu ini.
Kemarin, Kamis (20/4), seorang gadis cantik berparas menarik, Aan, menunggu di depan kantor kurang lebih dua jam. Hanya untuk mendapatkan nomor ponselku. Perkenalanku dengan Aan terbilang singkat. Ketika sedang menghadiri sebuah talk show salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Hotel Marannu, Makassar.
Rupanya perkenalan singkat tersebut membawa kesan tersendiri bagi Aan. Mungkin tertarik dengan pengalaman-pengalaman jurnalistikku. Selama 30 menit, saya memang berbicara seputar pengalamanku selama menggeluti dunia wartawan.
Saking tertariknya dengan ocehanku, saya lupa memberi nomor telepon waktu meninggalkan acara tersebut. Padahal dalam hati, saya diam-diam mengagumi Aan. Hanya sebatas kekaguman, tidak lebih.
Pertemuan singkat tersebut ternyata memiliki arti tersendiri bagi Aan. Terbukti dia ke kantor mencariku. Katanya hanya meminta nomor teleponku. Yang jelas selama dua hari ini, tiap pukul 11.00, Aan selalu menelpon menanyakan keadaanku.
Kuch kuch hota hai. Saya teringat sebuah judul film yang melambungkan nama Shakh Rukh Khan beberapa tahun lalu. Sepertinya sesuatu telah terjadi di dalam hatiku. Semoga tidak, hanya itu pintaku. Mudah-mudahan perhatiannya hanya sebatas teman yang ingin tahu lebih jauh tentang dunia jurnalistik.
Saya sering mendengar teman-teman wartawan berbagi pengalaman tentang wanita. Begitu mudahnya wanita berada dalam genggamannya. Hanya dengan modal bicara dan sedikit prestise sebagai kuli tinta, mereka bisa mendekati wanita yang diincar.
Hari ini, Sabtu (22/4), lain lagi. Asmarni, gadis kelahiran Pangkep 22 tahun silam, mahasiswa semester enam Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar UNM). Secara tak sengaja, saya berjumpa dengannya ketika sedang makan siang di salah satu warung coto Makassar depan kampus UNM, Jl Pettarani.
Mungkin Identity Card (IC) yang tergantung di leher menjadi daya tarik. Hal tersebut karena Asmarni mengawali perbincangan dengan menanyakan keberadaanku di Tribun setelah beberapa saat memandang IC-ku.
"Kak, sudah berapa lama jadi wartawan Tribun, " tanyanya mengawali perbincangan siang itu. Dengan nada meyakinkan saya ceritakan seluruh proses dari awal sehingga saya bisa mengenakan IC ini. Cerita yang beberapa hari lalu saya sampaikan juga kepada Aan.
Perbincangan yang berujung pada tukar-menukar nomor ponsel dan janji bertemu besok di Mall Ratu Indah (MaRI) Makassar. Janji yang begitu mudah keluar dari mulutku. Padahal belum tentu saya bisa menepatinya.
Tapi, biasanya perempuan senang dijanji. Apalagi ketika mereka telah hanyut dalam buaian janji muluk seorang laki-laki. Pasti dunia sekelilingnya menjadi indah. Apakah saya tega berbuat seperti itu? Pertanyaan yang sulit dijawab, atau bisa tonji dicoba-coba sekedar tambah pengalaman dan bisa diceritakan ke anak cucu.(cr1)

No comments: