Makassar, 26 April 2006
Catatan Harian
WHAT'S the name for? Apalah arti sebuah nama, ungkapan terkenal dari penyair dunia William Shakespeare. Mungkin ungkapan ini memiliki makna lain yang belum bisa kupahami secara mendalam. Bagi saya, nama memiliki arti khas yang menggambarkan karakteristik pemilik nama tersebut. Tanpa nama, segalanya akan menjadi rumit.
Saya teringat dengan pengalaman pertama saya ketika berniat melamar pekerjaan di Tribun Timur. Di surat kabar disebutkan Jl Cenderawasih No 430. Bersama temanku, Sukardi Saleh, saya bolak-balik tiga kali menyusuri Cenderawasih. Namun alamat tersebut tidak ditemukan. Bertanya kepada warga rasanya gengsi. Masa, kantor Tribun Timur tidak tahu, demikian pikirku.
Setelah berputar-putar, tanpa sengaja mataku tertuju di pos satpam dan menemukan atribut perusahaan yang saya tuju. Dengan tulisan kecil yang tertera, hampir mustahil menemukan langsung kantor tersebut. Koran harian yang mungkin terbesar di Indonesia Timur tapi tidak memiliki papan nama. Sebuah pengalaman yang menunjukkan arti penting sebuah nama.
Hari ini lain lagi. Dengan hanya berbekal sebuah undangan meliput sebuah acara di Jl Kijang, Makassar. Saya hanya menduga-duga letaknya di sekitar Jl Lembu. Karena dulu Jl Lembu merupakan salah satu jalan yang selalu kukunjungi ketika masih aktif di organisasi kemahasiswaan, Ikatan Mahasiswa Pelajar Soppeng (IMPS). Kebetulan sekretariatnya di Jl Lembu.
Saya menyusuri Jl Lembu seperti asumsi awalku. Saya telah berputar-putar beberapa kali namun Jl Kijang tak kunjung tampak. Saya bertanya ke seorang tukang becak, pun ia tak tahu. Sungguh menjengkelkan. Padahal jarum jam menunjukkan angka delapan. Acara yang akan kuliput berlangsung pada jam yang sama.
Beruntunglah di undangan tertera nama hotelnya, Hotel Maricaya. Ternyata letaknya cukup berjauhan dari Lembu. Jl Kijang tidak memiliki papan nama, sehingga saya kesulitan menemukannya. Atau saya yang belum berpengalaman dengan nama-nama jalan di Makassar sehingga Jl Kijang pun tidak tahu.
Atau hari ini, saya bertemu dengan seorang perempuan, cewek, atau gadis (saya masih kesulitan memilih mana yang paling tepat dari ketiga istilah tersebut). Menurutku ia menarik dan supel. Tapi konsentrasi memburu dua nara sumber yang hendak meninggalkan ruangan membuat rencana tukar menukar nomor ponsel berantakan.
Nama. Sampai saat ini saya masih penasaran dengan namanya. Padahal sempat berlangsung perbincangan yang menurutku rahasia. "Adami pacarta," tanyaku. Ia hanya tersenyum sambil tersipu tanpa menjawab. Tapi semuanya sia-sia, perpisahan dengannya tanpa informasi mengenai identitas sungguh membuatku kesal.
Hari ini saya betul-betul dibuat pusing oleh nama. Nama seorang pembicara dari The Asia Foundation (TAF) yang memaparkan tentang konsep regulasi di Indonesia juga tidak kuketahui. Mungkin karena banyaknya nara sumber yang hadir pada kegiatan tersebut yang belum kuketahui namanya. Padahal pembicara dari TAF ini termasuk nara sumber kunci.
Identitas seperti nama dan jabatan merupakan Informasi pertama yang seharusnya diketahui sebelum wawancara dengan nara sumber. Tapi hari ini aku melangkahinya. Ceroboh, pikirku. (cr1)
No comments:
Post a Comment