06 January 2015

Tidur Saat Macet Itu, Menyenangkan


Alzam (5) lelap di tengah kemacetan Jl Andalas, Makassar


16.15 wita
Awalnya menyanyi. Alzam minta diputarin Prambors FM Makassar di 105.10 FM.
Dalam hitungan menit, suaranya tak terdengar. Pas balik, sudah nyenyak dalam tidurnya.
Padahal beberapa jam sebelumnya, saya berusaha membuatnya tidur siang.


Aktivitas bongkar-muat (warna merah) di tengah kemacetan Jl Tarakan

14.00-16.00
Saya membujuk Alzam tidur siang. Namun ia punya argumen. “Main game dulu baru tidur, Ayah,” ujarnya.

Saya berusaha menjadi ayah demokratis. Kadang diktator sedikit. Untuk urusan yang kecil-kecil berusaha tidak memaksakan kehendak pada anak sulungku. Alzam. Lima tahun.

Jadilah main game dua jam. Gamenya variatif. Eh tidak tidur. Bada Asar, dapat telepon jemput istri.
Pas sementara di Jl Andalas Makassar, dapat pesan singkat istri.

“Jangan lewat Andalas. Macet total.” Aduh, infonya telat.
Pengalaman selama ini, kena macet di salah satu poros jalan di utara Makassar bisa berjam-jam. Jl Andalas salah satu akses utama ke jalan tol.

Penyebab macet biasanya lampu lalu lintas tak berfungsi. Yang paling jamak, mobil bertonase berat yang bongkar muat di jalan poros. Samar-samar di tengah kemacetan, terdengar penyebab macet karena ada demo karyawan di Jl tentara Pelajar.

Apapun penyebabnya, macet sore ini harus dinikmati. Bukankah Makassar bersiap menuju Kota Dunia 2020?
Setidaknya, tulisan ini selesai di tengah kemacetan.
Karena kemacetan, Makassar kini punya flyover di Jl Urip Sumoharjo. Karena takut macet; flyover di Mandai sudah dirancang, traffick light digital sudah ada di mana-mana. Karena kemacetan, Makassar punya tukang parkir di mana-mana. Karena macet, jalan-jalan utama di Makassar hanya boleh dibanguni gedung pencakar langit. Karena kemacetan, wacana busway menggelinding, tol Mamminasata digodok DLL.

Bagi Alzam; kemacetan ini menyenangkan. Karena bisa tidur nyenyak.
*Awal 2015, suatu petang di utara makassar


*Lebih dulu dimuat di Kompasiana

No comments: